TEKNIK TEKNIK HUBUNGAN KONSELING PERORANGAN (TEKNIK UMUM)

MAKALAH
TEKNIK TEKNIK KONSELING
Tentang
TEKNIK TEKNIK HUBUNGAN KONSELING PERORANGAN
(TEKNIK UMUM)


DISUSUN OLEH : BK/012/E
KELOMPOK I
·         NETRI ELIZA                                  (12060151)
·         YOLLA MASDA RILFANI                        (12060156)
·         NENGSIH SISKAWATI                  (12060163)
·         NOVI ERISTA                                  (12060164)
·         VISKA YUWANTRI                                    (12060167)
·         ELVIYANTI                                      (12060171)
DI BIMBING OLEH :
1.      Dra. Hj. Fitria Kasih., M.Pd., Kons
2.      Rahma Wira Nita., M.Pd., Kons

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG

2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menamakan teknik konseling yaitu keterampilan konseling, strategi konseling dan teknik teknik konseling. Semua istilah tersebut mengandung pengertian yang sama yakni cara yang digunakan oleh seorang konselor dalam hubungan konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan yakni nilai sosial, nilai budaya dan nilai agama.
Bagi seorang konselor, mengatasi teknik konseling adalah hal yang mutlak diperlukan. Sebab dalam proses konseling, penguasaan teknik merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus mampu merespons klien dengan teknik yang benar sesuai dengan keadaan klien saat itu.
Jadi, seorang konselor yang profesional harus mampu menggunakan teknik teknik konseling dengan semestinya, jangan sampai seorang konselor salah menggunakan teknik dalam proses konseling yang nantinya menyebabkan proses konseling tersebut tidak berjalan dengan efektif.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apasajakah yang temasuk dalam teknik-teknik konseling perorangan?
2.      Bagaimanakah cara seorang konselor menggunakan teknik attending (menerima klien) saat melaksanakan konseling perorangan?
3.      Berapakah jarak duduk dan sikap antara konselor dan klien pada saat melaksanakan proses konseling perorangan?
4.      Bagaimanakah kontak mata yang seharusnya diperhatikan oleh konselor ketika melaksanakan konseling perorangan?
5.      Bagaimakah cara seorang konselor untuk memulai pembicaraan dengan klien saat konseling perorangan?
6.      Bagaimakah penstrukturan dalam pelaksanaan konseling perorangan?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Agar calon konselor masa depan mengetahui bagaimanakah cara melaksanakan konseling perorangan sehingga proses konseling berjalan dengan efektif dan efisien
2.      Agar calon konselor mengetahui apa saja yang harus dilakukan saat akan melaksanakan proses konseling sehingga memudahkan klien untuk meceritakan masalahnya

D.    Manfaat Penulisan
1.      Untuk mengetahui teknik apasajakah yang digunakan dalam konseling perorangan?
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah cara seorang konselor menggunakan teknik attending (menerima klien) saat melaksanakan konseling perorangan?
3.      Untuk mengetahui berapakah jarak duduk dan sikap antara konselor dan klien pada saat melaksanakan proses konseling perorangan?
4.      Untuk mengetahui bagaimanakah kontak mata yang seharusnya diperhatikan oleh konselor ketika melaksanakan konseling perorangan?
5.      Untuk mengetahui bagaimakah cara seorang konselor untuk memulai pembicaraan dengan klien saat konseling perorangan?
6.      Untuk mengetahui bagaimakah penstrukturan dalam pelaksanaan konseling perorangan?









BAB II
PEMBAHASAN
TEKNIK TEKNIK HUBUNGAN KONSELING PERORANGAN
(TEKNIK UMUM)
Teknik Umum Konseling
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya:
1.      Menerima Klien
Kesediaan klien dalam proses konseling akan tergantung pada seberapa baik konselor dapat menerima klien sebagaimana adanya secara positif. Dalam arti konselor tidak menuntut klien tampil dengan kondisi, cara, sikap tertentu, dan tidak memberikan label-label tertentu pada klien. Konselor meyakini dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan dengan klien dalam beberapa hal, seperti perbedaan latar belakang, status ekonomi, usia, profesi, pendidikan, norma dan nilai-nilai yang dimiliki, dan sebagainya.
Konselor yang dapat menerima klien secara positif dengan sikap ramah tamah, hangat dan penuh perhatian akan memberikan dampak positif kepada klien. Klien akan merasa bahwa dia benar-benar diterima, dipahami, diperhatikan, dan merasa bahwa konselor benar-benar siap membantunya.
Perilaku attending yang baik sangat dibutuhkan, karena :
a.       Meningkatkan harga diri klien.
b.      Menciptakan suasana yang aman
c.       Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas
Penggunaan teknik menerima klien secara tepat akan mempengaruhi hubungan konseling selanjutnya. Klien yang merasa diterima sebagaimana adanya akan mau menjelaskan proses dan hasil konseling secara sukarela dan sungguh-sungguh. Hal ini tentu akan membantu mempercapat tercapainya tujuan konseling yang diharapkan.
M. Surya (1988) penerimaan terhadap klien berkaitan dengan pemahaman dan sangat mempengaruhi hubungan antar manusia yaitu hubungan antara konselor dengan klien. Menerima klien berkaitan dengan rasa hormat tehadap individu sebagai pribadi yang memiliki harga diri. Sejalan dengan itu Taylor (dalam M. Surya: 1988) mengidentifikasi ada dua komponen penerimaan.
a.      Kemampuan menerima kebenaran bahwa individu berbeda satu sama lain, demikian juga cara-cara dan perilaku yang ditampilkan
b.     Perwujudan diri yang berlangsung dalam pengalaman, bahwa setiap orang memiliki pola yang komplek dalam berbuat, berfikir dan merasa
Berikut adalah contoh perilaku attending yang baik :
a.       Kepala : melakukan anggukan jika setuju
b.      Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
c.       Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
d.      Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
e.       Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Berikut adalah contoh perilaku attending yang tidak baik :
a.       Kepala : kaku
b.      Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
c.       Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
d.      Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
e.       Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar

Penerimaan menggambarkan menerima individu sebagaimana adanya, dengan menghormati individu sebagai manusia yang memiliki martabat, akan membantu memperlancar hubungan konseling. Contoh:
ü  Kesegeraan dalam menyambut klien
ü  Mengucapkan salam
ü  berjabat tangan
ü   mempersilahkan klien duduk
ü  Menciptkana suasana yang ramah dan hangat
ü  menyebut nama klien (kalau sudah kenal) atau menanyakan nama klien (kalau belum kenal)
ü  memperkenalkan nama konselor
ü  membicarakan hal-hal yang menarik yang sempat ditangkap dari pertemuan yang singkat tersebut
Cara konselor seperti ini akan menggambarkan penerimaan yang positif dari konselor, dan akan menimbulkan rasa diterima secara penuh pada diri klien.
2.      Jarakan dan Cara Duduk.
Wawancara biasa berbeda dengan wawancara konseling, khususnya dalam jarak duduk. Jarak duduk antara konselor dan klien, akan mempengaruhi situasi dan suasana konseling. Jarak duduk yang terlalu jauh akan memberikan kesan kurang akrab. Sedangkan jarak duduk yang terlalu dekat akan menjadikan klien maupun konselor merasa terganggu yang akhirnya dapat menjadikan salah tingkah. Keadaan ini akan berdampak menurunkan daya konsentrasi selama proses konseling berlangsung.
Posisi duduk antara konselor dan klien haruslah berhadapan secara sejajar. dalam menyelenggarakan konseling, jarak duduk yang sebaiknya adalah antara 80 cm sampai 100 cm, dengan tidak memakai pembatas atau meja. Tujuan jarak duduk yang demikian agar konselor dapat dengan mudah menangkap isyarat-isyarat yang ditampilkan klien, baik gerakan-gerakan atau isyarat non verbal, sehingga konselor dapat memberikan respon secara tepat, mulai dari awal konseling sampai terakhirnya konseling.
Salah satu factor yang mempengaruhi suasana konseling adalah sikap duduk konselor selama menghadapi klien. Konselor yang duduk dengan seenaknya akan memberi kesan santai, dan ini akan ditangkap oleh klien bahwa konselor kurang serius dan kurang menerima klien. Klien tidak serius diperhatikan dan merasa konselor tidak serius serta kurang siap untuk memberikan bantuan kepada klien. Sikap duduk yang terlalu tegap juga akan memberikan kesan tertentu kepada klien, klien merasa bahwa dirinya sedang berhadapan dengan  orang yang mengadili atau mengintrogasinya. Keadaan ini akan membuat klien takut dan ragu-ragu untuk mengemukakan masalahnya.
W. S. Wingkel (1991:332) menjelaskan jarak dan cara duduk yang diharapkan dalam konseling peroranganadalah sebagai berikut :
ü  sedikit membungkuk kedepan
ü  berjarak antara 80-100 cm
ü  tidak memakai pembatas atau meja
ü  duduk tidak bersandar
ü  tangan diletakkan diatas paha dan kedua kaki harus kebawah
ü  posisi duduk sejajar
ü  duduk dengan sikap penerimaan dan keseriusan
ü  tanpa memegang sesuatu
ü  tidak membawa buku, pensil, buku agenda lainya
Sikap dan jarak duduk yang  demikian akan memberikan kesan bahwa konselor memiliki perhatian yang besar terhadap klien, dan benar-benar siap untuk memberikan bantuan.
Walaupun sikap dan jarak duduk yang diharapkan adalah seperti yang diuraikan terdahulu, namun perlu disadari  bahwa sikap duduk yang demikian tidaklah kaku. Selama proses konseling berlangsung, konselor dapat saja menggerak-gerakkan tangan untuk memberikan respon terhadap isi pembicaraan klien, baik untuk tujuan memberi penguatan maupun mempertegas isi pembicaraan. Sikap duduk yang baik memberikan kesan positif kepada klien, disamping konselor juga lebih bebas untuk memberikan respon yang bersifat non verbal.
3.      Kontak Mata
Kontak mata adalah pusat pandangan konselor yang tertuju pada sasaran yang tepat pada klien. Sasaran yang tepat adalah bila pandangan konselor ditunjukan pada sesuatu secara wajar, sehingga menimbulkan kesan bahwa konselor manaruh perhatian penuh kepada klien. Winkel (1991) mengemukakan bahwa kontak mata dapat mendorong tanggapan verbal dan atau menyatakan sikap dasar konselor pada klien.
Pusat pandangan konselor yang diharapkan selama melakukan konseling adalah berkisar di sekitar daerah pas foto klien. Pandangan konselor tidak menantang biji mata klien, atau tidak memandang bagian tertentu saja pada bagian pas foto klien.
Pandangan yang tertuju pada  bagian tertentu saja pada diri klien atau pandangan yang selalu berpindah-pindah pada bagian-bagian diri klien, akan mempengaruhi sikap klien. Biasanya klien akan canggung berbicara, tidak lancar mengemukakan masalahnya, risih, bahkan bisa menjadi salah tingkah, keadaan ini jelas menggangu jalannya konseling.
Lebih jauh Winkel (1991) menjelaskan bahwa kontak mata harus dapat menghindarkan kesan bahwa konselor memaksa, mengejar atau mempermasalahkan klien. Kontak mata yang memandang daerah pas foto klien secara wajar, akan memberi kesan bahwa konselor benar-benar memberikan kesempatan kepada klien untuk mengutarakan masalah dan klien merasa bahwa ia diterima apa adanya.
4.      Ajakan berbicara
Wawancara konseling digunakan selama proses konseling berlangsung. Konselor akan dapat memahami dan mengetahui masalah klien dengan segala latar belakang dan latar depannya, bila konselor maupun melaksanakan wawancara yang memungkinkan klien bebas mengemukakan masalahnya.
Agar proses konseling berlangsung dengan baik, pada awal konseling, konselor hendaknya memakai wawancara dengan menggunakan teknik “ajakan terbuka untuk berbicara”. Menurut W. S Winkel (1991) ajakan terbuka untuk berbicara adalah konselor mempersiapkan klien untuk memulain menjelaskan masalah yang ingin dibicarakannya, dengan mangajukan satu kalimat pertanyaan atau kalimat pernyataan.
Konselor daiharapkan tidak menghujani klien dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Pertanyaan yang bertubi-tubi akan membuat klien ragu dan merasa diintrogasi, sehingga klien gugup dan takut untuk mengemukakan masalahnya. Disamping itu klien akan bingung untuk menentukan pertanyaan mana yang akan dijelaskan terlebih dahulu. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, maka pada konseling, konselor cukup menggunakan satu kalimat pertanyaan atau pernyataan yang dapat mengajak klien untuk memulai proses konseling.
Kalimat yang diajukan benar-benar membuat klien mau mengemukakan secara terbuka segala hal yang difikirkan, dirasakan dan diinginkannya yang selama ini menggu klien dan kehidupannya.
Ajakan terbuka untuk berbicara dapat dapat dimulai dengan menggunakan kalimat pertanyaan dan pernyataan terbuka yang disertai sikap, cara duduk, isyarat dan tekanan suara yang memberi kesan mengajak, contohnya konselor mengemukakan kalimat ajakan seperti  berikut :
ü  “Ada yang bisa saya bantu?
ü  “Apa yang bisa kita bicarakan?
ü   “Tampaknya anda sangat kecewa?

5.      Penstrukturan dalam KP
Dalam konseling konselor sering menemui klien yang belum mengetahui apa itu konseling atau masing ragu tentang beberapa aspek yang ada dalam konselng. Misalnya klien tidak mengetahui pengertian, tujuan, prinsip, asas, proses dan peranan konselor serta klien dalam hubungan konseling. Atau klien ragu tentang salah satu aspek konseling, seperti ragu tentang asas kerahasiaan, Untuk klien seperti ini perlu diberikan penstrukturan.
Penstruturan adalah penetapan batasan masalah oleh konselor tentang hakekat, batas-batas dan tujuan konseling pada umumnya dan hubungan tertentu khususnnya. Dalam melakukan penstrukturan konselor memberikan petunjuk tentang apa itu konseling, urutan langkah berfikir atau urutan tahap yang sebaiknya diikuti (W.S. Winkel 1991), sehingga dapat membantu klien memahami proses yang akan dijalani.
Tujuan penstrukturan adalah menjelaskan peranan konselor, peranan klien, dan proses konseling yang akan di jalani oleh klien. Atau dengan kata lain  tujuan penstrukturan adalah untuk memberikan penjelasan kepada klien tentang pengetian, tujuan, sifat, asas, prisnsip dan prosedur penyelenggaraan konseling (M. Surya. 1998). Menjelasan ini dimaksudkan agar klien dapat menjalani proses konseling secara sukarela. terlibat langsung, dan aktif dalam konseling. Lebih jauh diharapkan klien dapat menjalankan hasil konseling dengan penuh kesadaran dan bertanggungjawab atas hasil yang diperoleh.

Pestrukturan dapat berisi pengertian dan tujuan konseling, bentuk dan proses konseling, asas dan prinsip konseling, teknik-teknik konseling, peranan konselor dan peranan klien dalam konseling. Isi Penstrukturan yang akan diberikan tergantung kepada kebutuhan klien. Apakah penstrukturan akan diberikan secara penuh atau hanya sebagian saja, lebih banyak ditentukan oleh sajauh mana klien  membutuhkan sehingga proses konseling dapat berjalan lancar.
Misalnya untuk klien yang belum mengetahui hakekat pelayanan bantuan melalui konseling, perlu diberikan penstrukturan penuh. Sedangkan terhadap klien yang masih ragu tentang aspek tertentu dari konseling dapat diberikan penstrukturan sebagian. Seperti klien yang meragukan asas kerahasiaan, konselor cukup hanya memberikan materi penstrukturan tentang asas kerahasiaan saja.
Penstrukturan dapat diberikan pada awal. di tengah proses konseling atau diakhir konseling. Sebagaimana diuraikan terdahulu, penstrukturan diberikan kepada klien yang belum tahu atau masih ragu-ragu tentang konseling. Oleh karena itu penstrukturan dapat diberikan langsung oleh konselor tanpa persetujuan klien, diminta oleh klien, atau diberikan langsung setelah ada pertanyaan dari klien.
Penggunaan teknik penstrukturan ini akan turut mewarnai proses konseling yang akan atau sedang dilakukan. Klien yang telah memahami secara baik apa itu konseling akan mau terlibat langsung. Sementara klien yang belum mengerti atau masing ragu-ragu tentang konseling akan enggan dan merasa terpaksa mengikuti proses konseling. Keadaan ini jelas akan menggangu pencapaian tujuan yang diharapkan.
Sehubungan dengan hal itu, maka penstrukturan hendaknya diberikan dalam bentuk kalimat pernyataan singkat, sederhana, jelas dan mudah dimengerti klien. Melalui penstrukturan yang diberikan, diharapkan klien terdorong untuk menjalani proses konseling dengan penuh, yang pada akhirnya klien dapat menjalankan dan menggunakan hasil konseling untuk mengatasi masalah.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konseling perorangan adalah suatu layanan dalam Bimbingan Konseling yang diselenggarakan oleh seorang Konselor terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien. Dan dalam pelaksanaan Konseling Perorangan ini, ada beberapa teknik umum yang harus digunakan dan dilaksanakan oleh konselor saat melaksanakan konseling perorangan, antara lain sebagai berikut :
1.      Menerima klien (attending)
2.      Jarak dan cara duduk
3.      Kontak mata
4.      Ajakan berbicara
5.      Penstrukturan dalam KP
Dan beberapa teknik diatas hanya sebagian kecil dari teknik umum yang harus dipahami oleh konselor saat melaksanakan konseling perorangan. Teknik-teknik umum dalam konseling perorangan akan mempermudah konselor dalam memahami dan memberikan layanan, sehngga proses konseling pun akan berjalan dengan baik dan lebih efektif.
B.     Saran
Sebagai calon konselor yang profesional, seorang mahasiswa BK harus mampu memahami setiap teknik yang digunakan atau diperlukan pada saat melaksanakan konseling perorangan. Karena setiap penggunaan teknik-teknik konseling baik itu teknik umum maupun teknik khusus akan menentukan keberhasilan proses konseling yang dilakukan.
Jadi mahasiswa BK yang nantinya akan menjadi seorang konselor harus benar-benar memahami setiap teknik yang ada dalam konseling perorangan sehingga pelaksanaan konseling perorangan nya berjalan dengan efisien dan efektif.

 DAFTAR PUSTAKA

Juntika, Achmad. 2007. Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan.       Bandung: Reflika Aditama
Karneli, Yeni. 2000. Teknik dan Laboratorium Konseling 1. Padang : DIP UNP
Mampiare, Andi. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Prayitno. 2004. Layanan Konseling Perorangan. Padang : UNP Press
Sofyan S. Willis.2007. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:                                Remaja Rosdakarya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TEKNIK TEKNIK HUBUNGAN KONSELING PERORANGAN (TEKNIK UMUM)"

Posting Komentar