KOMUNIKASI PADA KLIEN KHUSUS
(KLIEN DEPRESI, PASIF, MARAH/AGRESIF, ANAK-ANAK, ORANGTUA DAN KLIEN GERIATRI)


MAKALAH

Sebagai Syarat Pemenuhan Matakuliah
Pelayanan Konseling di Rumah Sakit


logo warna OK
 








OLEH:
KELOMPOK XIII
SESI 2012 E


SISKA ROSDIYANTI         (12060149)
NOVI ERISTA                     (12060164)
SHINTA GOLVIA               (12060175)


Dosen Pembimbing : Ibu Rila Rahma Mulyani, M.Psi., Psikolog.



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG

2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan kehadiran manusia lain. Pernyataan ini berlaku bagi semua manusia tanpa terkecuali karena tanpa adanya manusia lain, maka akan sangat sulit bagi seorang manusia untuk dapat bertahan hidup. Untuk menjaga kelangsungan hidup tersebut, interaksi antar manusia adalah hal yang tidak dapat dihindari, interaksi tersebut memiliki beragam tujuan dan bentuk yang berbeda-beda. Salah satu tujuan tersebut adalah untuk melakukan pertukaran informasi dari satu manusia ke manusia lainnya.
Pertukaran informasi juga merupakan hal yang sangatlah luas, mulai dari informasi mengenai diri sendiri, lingkungan sekitar atau mengenai pendapat pribadi, hal inilah yang disebut komunikasi. Hasrat untuk melakukan komunikasi adalah hal yang sangat dasar dimiliki oleh manusia, karena pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk berbagi informasi dan mengetahui informasi.
Untuk melakukan pertukaran informasi yang diinginkan tersebut, seorang konselor harus memahami dengan siapa dia akan berkomunikasi, karena dalam komunikasi kesehatan yang dihadapi oleh seorang konselor bukan hanya anak-anak atau orang dewasa saja, tetapi berbagai jenis dan tahap perkembangan individu yang membutuhkan keahlian yang sangat bagus oleh seorang konselor untuk menciptakan komunikasi yang efektif dengan individu atau klien-klien tersebut.



B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Apa itu komunikasi?
2.      Apakah fungsi komunikasi?
3.      Bagaimana bentuk komunikasi yang dilakukan pada klien khusus?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa itu komunikasi.
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah fungsi dari komunikasi.
3.      Untuk mengetahui cara untuk berkomunikasi dengan klien khusus.

D.    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2.      Untuk memahami yang mana sajakah termasuk dalam klien khusus.
3.      Untuk memahami secara mendalam cara berkomunikasi yang baik dengan para klien yang dikategorikan khusus.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” yang artinya pemberitahuan atau berasal dari kata “communicare” yang berarti menjadikan milik bersama (Wijono,1997). Komunikasi adalah suatu system penyampaian pesan dan penerimaan pesan dan berbentuk hubungan diantara sumber pesan dan penerima pesan (Craven & Hirnle, 2000). Mc Cubin dan Dahl (1985) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat.
Adapupun fungsi dari komunikasi adalah sebagai berikut:
1.      Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui oleh penerima
2.      Sumber menyebarluskan pesan dalam rangka mendidik penerima
3.      Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan oleh penerima
4.      Sumber mempengaruhi konsumen untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima
5.      Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur dan mempengaruhi penerima
Proseskomunikasi melibatkan empat komponen sesuai dengan teori Borle atau biasa disebut dengan teori SMRC. Empat komponen tersebut adalah sumber pesan (source), pesan tersebut (message), saluran atau media (channel), dan penerima pesan (receiver).
Komunikasi berawal dari sumber yang mengirimkan pesan ke penerima. Proses ini dinamakan encoding. Penyampaian pesan ini melalui saluran atau media tertentu. Dalam penyampaian ini ada gangguan baik dari sumber dan penerima pesan ataupun juga dari media penyampaian pesan.
Gangguan juga dapat berasal dari pesan itu sendiri.  Setelah menerima gangguan, penerima menerima pesan yang disampaikan oleh sumber, proses ini disebut dekoding. Setelah proses penerimaan pesan, komunikasi yang baik seharusnya terdapat proses umpan balik.





B.     Komunikasi Pada Klien Khusus
Berikut akan dijelaskan bentuk-bentuk komunikasi yang dilakukan pada klien khusus, antara lain:
1.      Komunikasi Kepada Pasien Depresi
Depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal (low mood) sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana manifestasi gejalanya dapat bersifat ringan hingga pada tingkat yang berat (Rosenbaum, 2000).
Depresi juga didefinisikan sebagai suatu status emosional seseorang yang ditandai dengan kesedihan yang sangat, perasaan bersalah, menarik diri dari lingkungan, gangguan tidur, anoreksia, kehilangan gairah seksual, kehilangan ketertarikan pada aktivitas-aktivitas yang biasanya menyenangkan. (Davison & Neale, 1994). Faktor-faktor penyebab depresi dapat dibagi menurut asalnya sebagai berikut (Pennel & Creed, 1987)  bersumber dari fisik, bersumber dari psikis, dan bersumber dari sosial.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk pasien khusus yang depresif:
a.       Memberikan dukungan sosial
b.      Mempererat kekerabatan
c.       Mendekatkan diri dengan kehidupan religious
d.      Beradaptasi dengan lingkungan
e.       Pola hidup sehat, gizi seimbang, olah raga, dan hidup teratur
f.       Terapi Individual Konseling: membantu pasien mengenali dan mengekspresikan perasaannya, mengembangkan kemampuan pasien beradaptasi terhadap masalah (3R = Rekonsiliasi, Reintegrasi, Rekreasi), Terapi Kognitif & Perilaku ( CBT = Cognitive and Behavior Therapy ):  mengembangkan pola pikir dan perilaku positif, menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri
g.      Terapi Kelompok bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan sikap asertif, juga sebagai media untuk saling berbagi cerita (reminescene). Konseling Keluarga bertujuan mengembangkan partisipasi keluarga dalam proses terapi. Menurunkan faktor ekspresi emosi dalam keluarga. Memperbaiki pola adaptasi keluarga dalam menghadapi perubahan perilaku pasien.
h.      Memberikan obat antidepressant untuk memberikan ketenangan.
2.      Komunikasi Kepada Pasien Pasif
Pasien yang pasif dapat membuat kesulitan bagi petugas kesehatan karena lebih menutup diri dan kesulitan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien tersebut. Untuk itu, petugas kesehatan harus memiliki kemampuan interpersonal yang baik untuk dapat meraih komunikasi yang baik kepada pasien.
Kemampuan interpersonal tersebut meliputi keinginan untuk mengenal pasien bukan hanya sebagai benda yang harus diobati, namun sebagai manusia yang memiliki perasaan untuk dimengerti. Konsep dasar dari semua aplikasi yang dijelaskan di atas merupakan bentuk dari “empati”. Dengan Empati kepada pasien kita, kita dapat mengerti dari mana sumber dari kekhawatiran dan ketakutan yang dialami oleh pasien. Dengan begitu, kita bisa memberikan ketenangan kepada pasien yang tepat sasaran dan dapat diterima dengan baik oleh pasien.

3.      Komunikasi dengan Pasien Marah/Agresif
Charles Rycroft (1979) memberikan definisi marah sebagai suatu reaksi emosional kuat yang didatangkan oleh ancaman, campur tangan, serangan kata-kata, penyerangan jelas, atau frustasi dan dicirikan dengan reaksi gawat dari sistem syaraf yang bebas dengan balasa-balasan serangan atau tersembunyi.
Davidoff (1991) mendefinisikan marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri aktivitas sistem sistem syaraf simpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat disebabkan adanya kesalahan. Stuart dan Sundeen (1987) memberikan pengertianmengenai marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Jadi, kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Pengungkapan marah yang kontruktif dapat membuat perasaan lega.
Farrell dan Gray (1992) mengajukan tiga tahapan dalam mengatur keagresifan seorang pasien. Hal tersebut adalah
a.       Reflect à hal ini mencakup penggunaan potensi diri sendiri dalam pertemuan terapi dan nonterapi dengan pasien
b.      Relate à menggunakan kombinasi dari kemampuan untuk berkomunikasi, terutama dalam situasi yang sulit
c.       Review à melibatkan peninjauan akhir dari tindakan yang terjadi serta penting untuk penyembuhan dan pembelajaran untuk masa ke depannya.
Floyd and Bor (1996) menyarankan petugas kesehatan untuk melakukan beberapa hal berikut:
a.       Jaga jarak, jangan menyentuh, jangan memotong pembicaraan, memahami kemarahannya, memberi solusi, jika sudah berhenti marah segera ambil alih pembicaraan,
b.      Mengetahui penyebab kemarahannya dan menunjukan kemauan untuk berbicara dan mendengarkan pasien
c.       Menanyakan pertanyaan yang sifatnya terbuka
d.      Tidak menganggu atau mengancam pasien atau keluarganya dalam cara apapun
e.       Tidak menyetujui atau menjanjikan sesuatu yang tidak dapat ditepati
f.       Membantu pasien merasa bahwa mereka mempunyai berbagai pilihan
g.      Jangan membicarakan orang yang marah atau agresif tanpa sepengetahuan mereka karena mereka dapat menganggapnya sebagai tindakan yang mengancam mereka
h.      Coba untuk tidak tersinggung atau terlibat terlalu dalam secara emosional
i.        Menjaga jarak yang aman jika pasien mulai menunjuka tanda-tanda agresif
j.        Jika keadaan yang ada menjadi terlalu membahayakan, panggilah bantuan namun coba juga untuk mengawasi pasien jika sedang menghadapi masalah dan pertahankan situasi jika memungkinkan.

4.      Komunikasi dengan Anak-Anak dan Orang Tua
Ada banyak hambatan untuk berkomunikasi dengan anak-anak dan cara mengobati apabila mereka sakit. Anak-anak kecil mungkin takut dengan lingkungan asing, terutama medis asing. Mereka mungkin berteriak dan meronta saat menjalani pemerikasaan fisik, dan dokter pun mungkin khawatir akan menyakiti mereka. Dalam situasi seperti ini, orang tua akan cemas dan dapat menyebabkan beban tambahan untuk berinteraksi.
Bibace dan Walsh (1981) berpendapat bahwa konseptualisasi anak-anak dari penyakit terletak pada sebuah tingkatan:
a.       Pre-logical(2-6 tahun), dimana anak-anak tidak benar-benar memahami konsep penyakit
b.      Concrete-logical(7-10 tahun), dimana anak-anak percaya bahwa penyakit terjadi melalui kontaminasi dan ditularkan melalui kontak fisik
c.       Formal-logical(11 tahun ke atas), dimana anak-anak memahami bahwa konsep penyakit sebagai fenomena fisiologis dan dipengaruhi oleh faktor eksternal
Hal hal yang dapat dilakukan ketika berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:
a.       Berikan kesempatan pada anak untuk merasa nyaman
b.      Hindari posisi maju yang tiba-tiba dan cepat, tersenyum lebar, kontak mata yang lama, atau gerakan tubuh lain yang dapat dilihat sebagai tindakan mengancam
c.       Bicara pada orang tua jika pada awalnya merasa malu
d.      Berkomunikasi dengan objek transisi, sperti boneka, boneka hewan, sebelum memberikan, pertanyaan langsung pada anak
e.       Atur posisi yang berada sejajar dengan mata anak
f.       Bicara dengan suasana yang tenang, tidak tergesa-gesa , dan percaya diri
g.      Bicara yang jelas dan spesifik dengan menggunakan kata-kata sederhana dan kalimat yang pendek
h.      Nyatakan petunjuk dan saran secara positif
i.        Tawarkan pilihan jika ada
j.        Jujur pada anak
k.      Berikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan masalah ketakutan mereka
l.        Gunakan berbagai teknik komunikasi

5.      Komunikasi dengan Orang Tua Anak
Komunikasi dengan orang tua adalah salah satu hal yang penting dalam perawatan anak, mengingat pemberian asuhan keperawatan pada anak selalu melibatkan peran orang tua yang memiliki peranan penting dalam mempertahankan komunikasi dengan anak. Untuk mendapatkan informasi tentang anak sering kita mengobservasi secara langsung atau berkomunikasi dengan orang tua.
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam komunikasi dengan orang tua diantaranya:
a.       Anjurkan Orang Tua untuk Berbicara
Kita dalam melakukan komunikasi dengan orang tua, jangan hanya peran kita sebagai pemberi informasi saja akan tetapi bagaimana kita merspons atau mengajak agar orang tua yang kita ajak komunikasi mampu untuk memberikan suatu pesan atau informasi yang dimiliki, kemampuan inilah yang seharusnya kita kembangkan sehingga komunikasi agar berjalan terus dan efektif serta tujuan yang kita inginkan dalam komunikasi dapat tercapai.
b.      Arahkan ke Fokus
Dalam melakukan komunikasi dengan orang tua anak arahkan pokok pembicaraan kita ke fokus sambil memberi kesempatan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas sehingga tujuan komunikasi dapat mencapai sasaran. Mengarahkan ke fokus itu salah satu bagian dalam mencapai komunikasi yang efektif.
c.       Mendengarkan
Mendengarkan adalah kunci untuk mencapai komunikasi yang efektif, kemampuan mendengarkan dapat ditunjukkan dengan ekspresi yang sungguh-sungguh saat berkomunikasi dengan tujuan untuk mengerti klien. Selain itu dengan mendengarkan kita akan mendapatkan seluruh informasi yang didapatkan sehingga tidak ada yang hilang atau tertinggal informasi yang akan disampaikan.
d.      Diam
Diam adalah cara yang dapat digunakan dalam komunikasi dengan diam sebentar dapat memberikan kesempatan kepada seseorang yang kita ajak komunikasi untuk memberikan kebebasan dalam mengekspresikan perasaannya dan memberikan kesempatan berpikir terhadap sesuatu yang hendak disampaikan.



e.       Empati
Cara ini dilakukan dengan mencoba merasakan apa yang dirasakn oleh orang tua anak, dengan demikian orang tua anak akan merasa aman dan diperhatikan. Cara komunikasi ini juga sangat terkait dengan sikap saat komunikasi.
f.       Meyakinkan Kembali
Meyakinkan kembali merupakan cara yang dapat diberikan agar proses dan hasil komunikasi dapat diterima pada klien hal ini adalah orang tua. Pada dasarnya semua orang tua ingin menjadi orang tua terbaik, tetapi pada saat anak sakit dapat terjadi kecemasan tentang peran dan fungsinya, maka yakinkan kembali akan peran dan fungsinya sebagai orang tua.
g.      Merumuskan Kembali
Dalam mencapai tujuan pemecahan masalah kita dan orang tua anak harus sepakat terhadap masalah yang muncul kadang-kadang pada rang tua, dengan merumuskan kembali beberapa permasalahan dan cara pemecahan bersama akan memberikan dampak dalam mengurangi kecemasan atau kekhawatiran.
h.      Memberi Petunjuk Kemungkinan Apa yang Terjadi
Melalui komunikasi beberapa petunjuk tentang kemungkinan masalah apa yang terjadi dapat diinformasikan terlebih dahulu untuk mengantisipasi tentang kemungkinan hal yang terjadi sehingga orang tua tahu dan siap bila masalah itu muncul.
i.        Menghindari Hambatan dalam Komunikasi
Menghindari hambatan dalam komunikasi seperti melakukan komunikasi secara asertif dengan orang tua merupakan salah satu cara efektif dalam komunikasi, karena hambatan selama komunikasi akan memberiakn dampak tidak berjalannya suatu proses komunikasi seperti terlalu banyak memberi saran, cepat mengambil keputusan, megubah pokok pembicaraan, membatasi pertanyaan atau terlalu banyak memberikan pertanyaan tertutup dan menyela pembicaraan sebelum pembicaraan selesai.



6.      Komunikasi dengan Pasien Geriatri
Pasien geriatriadalah seorang pasien yang memiliki ciri-ciri atau tanda-tanda sebagai berikut:
a.       Pasien Usia Lanjut  (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas.
b.      Lansia yang menderita lebih dari 1 penyakit kronis atau degeneratif dengan/atau tanpa disertai penyakit akut.
c.       Lansia yang menghadapi kesulitan untuk berjalan, mengalami jatuh, atau imobilisasi.
d.      Lansia yang menghadapi masalah untuk merawat diri sendiri, seperti kesulitan makan atau berpakaian.
e.       Lansia yang mengalami penurunan daya ingat dini atau gangguan tingkah laku dini.
f.       Lansia dengan masalah kesehatan lain seperti osteoporosis, penyakit parkinson, artritis, gangguan berkemih (inkontinensia urin), atau gangguan buang air besar.
Adapun hal-hal yang dapat dilakukan ketika berkomunikasi dengan pasien geriatri adalah:
a.       Memposisikan diri dengan jarak 3 hingga 6 kaki dari pasien.
b.      Tidak berbicara persis di telinga pasien (pesan dapat terdistorsi).
c.       Menggunakan sentuhan (untuk mendapatkan perhatian) bila perlu.
d.      Memberitahukan dengan kalimat yang singkat dan mudah dipahami.
Berikut adalah teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia, yaitu
a.       Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
b.      Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapakan pesan-pesan verbal dan merupak metode primer yang non verbal.
c.       Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan diberikan.
d.      Mulai pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
e.       Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
f.       Secara periodic mengklarifikasi pesan
g.      Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi.
h.      Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
i.        Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan mengakiri interview.
j.        Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut yaitu :
a.       Empati
Istilah empati menyangkut pengertian : “simpati atas dasar pengertian yang mendalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatri harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia.
b.      Yang harus dan “jangan”
Prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan beneficence, pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat seseorang menderita“). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c.       Otonomi
Suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas.
d.      Keadilan
Prinsip pelayanan geriatricharus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” yang artinya pemberitahuan atau berasal dari kata “communicare” yang berarti menjadikan milik bersama (Wijono,1997).Komunikasi dalam konseling tidak sama dengan komunikasi yang biasa dilakukan, apalagi komunikasi yang dilakukan dengan klien yang dikategorikan sebagai klien khusus.
Ada beberapa jenis klien yang dikategorikan sebagai klien khusus dalam pelaksanaan konseling dirumah sakit, yaitu (1) klien depresi, (2) klien pasif, (3) klien marah/agresif, (4) anak-anak, (5) orangtua dan (6) klien geriatri, yang mana dalam berkomunikasi dengan klien-klien terkait tidaklah sama, ada beberapa teknik atau cara yag harus dipahami oleh konselor untuk menciptakan komunikasi yang efektif sehingga bisa membantu klien dalam mencapai kehidupannya yang efektif lagi.
B.     Saran
Sebagai calon konselor masa depan yang akan memasuki dunia kesehatan, ada begitu banyak hal yang harus dipelajari dan dipahami oleh konselor muda, salah satunya adalah bagaimana cara berkomunikasi yang efektif dengan para pasien yang nantinya mereka akan menjadi klien kita sebagai konselor. Untuk itu, konselor muda harus lebih intens lagi dalam memahami bagaimana berkomunikasi yang efektif dengan para klien, bukan hanya satu jenis klien saja tetapi berkomunikasi yang baik dengan klien yang bervariasi, sehingga konselor muda benar-benar bisa menunjukkan kualitas dan kemampuannya dalam melakukan konseling.


Tinggalkan juga komentarnya yah.. 
terimakasih :)
Salam hangat SNF Jaya
Follow Instagram : novierista93

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " "

Posting Komentar